Dalam kehidupan umat manusia, banyak sekali fenomena
perbincangan hingga sampai pada tataran diskusi ilmiah dalam menentukan tingkat
“keadilan” bagi seseorang. Dari para pakar hukum dalam menentukan besar kecilnya
sanki bagi para pelanggar hukum, misalnya para koruptor, curanmor, maling ayam
sekalipun dan banyak lagi tindak kejahatan lainnya. Semuanya itu diberikan
kewenangan pada salah satu aparat pemutus “keadilan” yaitu “Hakim” di
pengadilan. Seberapa jauh akan pemahaman keadilan yang diketahui dan
dipelajarbagi para “Hakim” akan menentukan keputusan penting yang menyangkut
Hak kodrati manusia seutuhnya.
Sekelumit gambaran tentang “keadilan” tadi, akan
membawa kita dalam paradigma berfikir logis, jika kita mau menelaah lebih dalam
makna pembelajaran yang telah dianugerahkan kepada setiap insan di bumi ini,
yaitu ilmu Fisika. Dalam ilmu Fisika, siapapun itu, dalam tahapan pertama
adalah akan pengetahuan tentang besaran pokok maupun turunan. Kelanjutannya adalah
pemahaman akan nilai konversi satuan dalam bentuk satuan yang lain, namun tetap
dalam koridor “sama alias adil”. Seberapa jauh pemahaman rekan-rekan sekalian
akan makna besaran dan pengkonversian, akan lebih bermakna dengan menelaah
bagaimana proses pengukuran dilakukan, dengan menggunakan metode yang
bagaimana, dengan pertimbangan akan nilai ketelitian yang terumuskan di dalam
falsafah “akurat” dan “presisi”. Sudah cukupkah itu semua wahai rekan-rekan???
Tentu saja, dalam tahap akhir ini tidak sekedar pemantaban hati akan makna
“kebenaran” yang diperoleh dari proses pengukuran dan data yang ada, namun
bagaimana seseorang mendeskripsikannya secara nyata dalam bentuk baku laporan
ilmiah berupa “angka”. Dalam proses penulisan inipun, banyak kaidah yang mesti
diketahui untuk mensejajarkan nilai yang akan diakui secara internasional, tak
lain dan tak bukan adalah adanya nilai pengukuran utama dan taksiran. Setelah
itu semua dilakukan, hati akan merasa tenang dan lega serambi bermuhasabah akan
kekurangan-kekurangan yang telah dilakukan dalam proses pengukuran. Sehingga
akan muncul istilah kesalah acak dan kesalahan sistematis. Dengan begitu, akan
menumbuhkan sikap mental yang tangguh karena segalnya telah disandarkan pada
sang Kholiq Alloh SWT.
Rekan-rekan yang budiman. Dari sekelumit pengertian
di atas, adakah terbersit dalam fikiran rekan-rekan kenapa kita harus melakukan
pengukuran, menelaah dan menyelesaikan serta memberikan uraian penjelasan dalam
bentuk laporan ilmiah? Tak lain dan tak bukan dikarenakan adanya suatu
“problem” atau “tantangan”. Seberapa besar hipotesa dan dugaan yang menyelimuti
hati ini, akan memberikan langkah-langkah kongkrit untuk menyelesaikannya. Begitu
pula dalam kehidupan kita. Semakian kita cerdas dan kuat dalam tempaan masalah,
tentu akan memberikan cara pandang yang nyata berupa penyelesaian. Dengan sikap
mental kita yang ulet, tentu akan memberikan keberhasilan. Seberapa besar
tingkatan keberhasilan, itu sesuai dengan hasil laporan ilmiah keilmuan fisika
dengan terdapat nilai utama dan nilai taksiran.
Lalu bagaimana dengan konsep keadilan dalam bahasan
ini? Untuk lebih meningkatkan kapabilitas rekan-rekan, tidak akan kita jabarkan
secara keseluruhan, namun hanya sekelumit dari konsep fisika pengukuran saja.
Perlu kita yakini dan syukuri, sebagai makhluk yang baik memiliki sifat
kejujuran yang berjiwa berfikir rasional dan baligh, tamyiz, mempunyai kadar dosa yang telah dibebankannya akan
tanggungjawab sebagai insan kamil. Jika menilik dari sisi “pengukuran”, maka
faktor kebenaran yang paling haqiqi adalah kebenaran dalam taraf kejujuran dalam
tahap akhir pelaporan ilmiah seseorang setelah melakukan pengukuran. Dari situ,
maka dapat dijadikan pijakan bahwa makna kejujuran dalam menentukan taraf “adil”
adalah sesuai dengan pemahaman keilmuan yang telah disepakati bersama secara
menyeluruh umat manusia. Saya gambarkan contoh kecil saja.
“seorang dokter
yang telah belajar akan prose pengukuran, tentu akan memberikan kemampuan
kejujurannya dalam melakukan proses pengukuran resep yang tepat dan akuran
sesuai kadar keilmuannya. Jika salah dalam menentukan besarnya, maka bisa
dipastikan si Pasien akan merasakan imbasnya, yang kemungkinan over dosis obat,
atau bahkan kematian akan hal itu. Sama halnya dengan para perusahaan minyak.
Andaikata kita bodoh akan pengukuran, dalam setiap order eksplorasi minyak pun,
setiap penjuallan dengan satuan volume misalkan, jika setiap order mencapa
berjuta-juta barel, dan setiap liter laporan mengandung kesalahan 1/8 nya saja,
maka sudah berapa besar kerugian negara??? Seperti halnya para hakim dalam
memutuskan perkara apapun. Seberapa besar pemahaman akan metode pengukuran
dalam menyelesaikan suatu permasalahan hukum, maka bisa dipastikan akan
berakibat fatal bagi terdakwa. Itu semua berawal dari seberapa besar tingkat
pemahaman akan pengukuran”.
Kesimpulan apa yang kita
peroleh dalam diskusi kali ini? Semoga menjadikan kita sebagai "insan kamil yangkaffah", yang selalu diridhoi-Nya, aamin.
(M. Saahil Luqman)